Sebagai makhluk individu, manusia dibekali berbagai potensi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Dalam memenuhi kebutuhan pribadinya, manusia diwajibkan untuk terus berusaha agar semua kebutuhan hidupnya terpenuhi. Oleh karena itu, manusia harus meningkatkan, menggunakan, dan mengendalikan segala potensi yang telah diberikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik fisik maupun nonfisik (akal dan hati nurani).
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya sebagai makhluk individu, manusia berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan, yang terdiri atas unsur rohani dan jasmani, serta tidak dapat dipisahkan dengan kesatuan jiwa dan raga. Manusia diber potensi atau kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia akan senantiasa berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya.
Selain sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk sosial. Artinya, manusia menurut kodratnya harus hidup bermasyarakat. Seorang ahli filsafat Yunani Purba, Aristoteles (384-322 SM) mengungkapkan bahwa manusia adalah zoon politicon atau makhluk yang selalu hidup bermasyarakat. Ciri utama makhluk sosial adalah hidup berbudaya. Dengan kata lain, hidup menggunakan akal budi dalam suatu sistem nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut meliputi filsafat yang terdiri atas pandangan hidup, politik, ilmu, teknologi, komunikasi, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan.
Manusia berperan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Namun, keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu, harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Dalam kehidupan bermasyrakat, manusia perlu diberi kebebasan, baik kebebasan asasi maupun kebebasan sosial. Kebebasan asasi adalah ungkapan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang mampu melakukan pilihan-pilihannya sendiri serta menentukan sikap dan pendiriannya sendiri. Adapun kebebasan sosial adalah kebebasan yang dilaksanakan manusia sebagai makhluk sosial dalam menyelenggarakan hubungannya dengan manusia lain.
Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerja sama dengan orang lain. Sebagai makhluk individu, manusia dituntut untuk mampu hidup bermasyarakat dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, manusia diharuskan untuk bekerja sama, tolong-menolong, saling menghormati, dan saling memberikan kesempatan kepada orang lain. Dalam peran ganda inilah, manusia dituntut untuk mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya dan diwajibkan untuk tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan orang lain. Dengan kata lain, dalam memenuhi kebutuhan pribadinya, manusia diwajibkan mau dan mampu mengendalikan diri. Banyak kewajiban yang harus dilaksanakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, di antaranya manusia dituntut untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa salira, saling mencintai antar sesama manusia.
2. Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.
3. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Tidak boros.
6. Menghargai hasil karya orang lain.
Perilaku-perilaku tersebut merupakan cerminan pengendalian diri yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Oleh karena itu, setiap manusia dipacu untuk giat memenuhi kebutuhan pribadi dengan tetap memperhatikan hal-hal tersebut. Dengan demikian, setiap manusia hendaknya sadar bahwa di samping dirinya, masih ada orang lain yang memiliki hak yang sama sebagai makhluk sosial. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, diharapkan tidak terjadi benturan, bahkan harus dapat mengendalikan diri. Apabila manusia tidak mau dan tidak mampu mengendalikan diri, kehidupan ini akan kacau dan terciptalah masyarakat anarki.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia yang mau dan mampu mengendalikan diri akan meletakkan kepentingan pribadinya dalam kewajiban sebagai makhluk sosial, bukan meletakkan kepentingan sosial (umum) untuk kepentingan pribadi. Untuk menentukan seseorang telah mampu mengendalikan diri, dapat dipandang dari dua kriteria berikut:
1. Manusia yang kepentingan pribadinya tetap diletakkan dalam rangka melaksanakan kewajiban sebagai makhluk sosial.
2. Manusia yang melaksanakan kewajiban terhadap masyarakatnya lebih utama dari pada kepentingan pribadinya. Oleh karena itu, ia akan berusaha untuk melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu sebelum menuntut hak-haknya.